Rabu, 31 Desember 2014

Tugu Yogya

Tugu  Yogya 
Tugu yang menjadi landmark kota Yogyakarta ini memang sudah tidak asing lagi. Berada di pertemuan antara Jalan Jenderal Sudirman, Jalan AM. Sangaji,  Jalan Diponegoro, serta Jalan Margo Utama ini selalu ramai dikunjungi masyarakat yang ingin berfoto dengan latar belakang Tugu ini. 
Tugu yang memiliki nama dalam bahasa Belanda yaitu De Witt Paal atau Tugu Pal Putih yang sekarang ini dibangun pada tahun 1889 oleh HB VII. Sebelumnya Sultan Hamengkubuwana I juga membangun Tugu pada lokasi yang sama oada tahun 1756 setelah pembangunan Kraton. Tugu yang dibangun HB I tersebut bernama Tugu Golong Gilig karena bentuknya Golong Gilig atau memiliki bentuk silindris seperti tabung dan puncaknya bulat seperti bola. Tugu ini Melambangka manunggaling kawula gusti ajaran Kawa yang disebarkan oleh Syekh Siti Jénar yang sarat akan kontroversi. Bentuk Tugu kala itu yang Golong Gilig juga melambangkan persatuan dan kesatuan karena tidak adanya sudut di Tugu tersebut. Namun Tugu Golong Gilig runtuh pada tahun 1867 saat terjadi gempa bumi tektonik yang besar, tepatnya tanggal 10 Juni 1867. Karena itulah HB VII membangun Tugu kembali dengan meminta bantuan dari pihak Belanda. Belanda menyanggupinya dan kala itu semua hal mulai dari desain, arsitektur, dan pengerjaan seluruh dilakukan oleh Belanda. Belanda membuat Tugu yang berbeda yang seperti sekarang ini untuk memecah belah rakyat Yogyakarta. Karena seperti yang telah kita ketahui tadi bahwa Tugu Golong Gilig dibangun sebagai lambang persatuan dan kesatuan dengan tidak adanya sudut dan Tugu yang sekarang memiliki banyak sudut dan hanya mrmiliki tinggi sekitar 8-10 meter. 
Tugu ini merupakan simbol laki -  laki (lingga) dan Panggung Krapyak sebagai lambang perempuan (yoni) dan Kraton dengan seorang Raja/Sultan didalamnya menjadi simbol manusia yang utuh dan sejati. Jalan dari Kraton menuju Tugu Juga memiliki filosofi yang sangat dalam, mengenai perjalanan hidup seseorang dari masa kehidupan yang pendek sebagai waktu untuk menyingkirkan kejahatan dan kebatilan dalam diri (Pangurakan) kemudian perjalanan di maaa kemuliaan ketika kejahatan dan kebatilan berhasil ditaklukkan (Jalan Margo Mulya /Ahmad Yani) setelah itu kesengsaraan yang harus kita alami dalam kehidupan dunia sebelum memasuki kehidupan selanjutnya yaitu kematian (Malioboro) dan akhirnya jalan panjang menuju keutamaan (Margo Utomo /Mangkubumi) dimana keutamaan dilambangkan dengan Tugu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar